PT Bintang Delapan Wahana Mangkir dari Panggilan Polisi, YAMMI: Korporasi Tak Tunduk pada Hukum

By Inul Irfani 21 Jul 2025, 09:58:23 WIB Hukum
PT Bintang Delapan Wahana Mangkir dari Panggilan Polisi, YAMMI: Korporasi Tak Tunduk pada Hukum

Keterangan Gambar : Direktur Kampanye dan Advokasi YAMMI Sulteng, Africhal Khamanaei. (Foto: IST)


Likeindonesia.com, Sulteng — PT Bintang Delapan Wahana (BDW) kembali menuai sorotan usai mangkir dari panggilan pemeriksaan Polda Sulawesi Tengah. 


Pemanggilan tersebut terkait hilangnya bukti surat yang diduga palsu dan digunakan untuk mengajukan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi di wilayah Kabupaten Morowali.

Baca Lainnya :


Surat yang dipermasalahkan adalah dokumen bernomor 1489/30/DBM/2013 yang mengatasnamakan Dirjen Mineral dan Batubara tentang Penyesuaian IUP Operasi Produksi tertanggal 3 Oktober 2013. 


Namun, surat tersebut belakangan dipertanyakan keabsahannya karena diduga tidak pernah diterbitkan oleh kementerian terkait.


"Ketidakhadiran EC sebagai petinggi PT. BDW dari Panggilan Polda Sulawesi Tengah adalah bukti bahwa Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah tidak berdaya di hadapan petinggi korporasi yang sewenang-wenang menggunakan data palsu untuk kepentingan perusahaan," tulis Direktur Kampanye dan Advokasi YAMMI Sulteng, Africhal Khamanaei, dalam pernyataan resminya melalui rilis pers kepada media ini, Minggu (20/7/2025) malam. 


Kasus ini bermula dari penerbitan IUP oleh Bupati Konawe Utara pada tahun 2008 yang mencakup wilayah di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.


Padahal, secara yurisdiksi, Bupati Konawe Utara tidak memiliki kewenangan menerbitkan izin di wilayah Morowali. Belakangan, PT BDW disebut melakukan inisiatif agar IUP tersebut “disesuaikan” seolah-olah sah diterbitkan oleh Bupati Morowali.


Namun, penyelidikan Polda Sulawesi Tengah mengungkap bahwa tidak pernah ada surat resmi penyesuaian dari Dirjen Minerba. 


Pihak kepolisian bahkan telah menetapkan satu tersangka berinisial FMI sejak 13 Mei 2024 atas dugaan pemalsuan dokumen. Penahanan terhadap FMI dilakukan dari 3 Juli hingga 23 Juli 2024.


YAMMI menyoroti bahwa hingga kini konflik tumpang tindih lahan masih berlanjut di wilayah tersebut, mengakibatkan stagnasi pengelolaan potensi ekonomi. 


“Wilayah tersebut tidak bisa dikelola, dan pihak yang bertengkar belum membayar PNBP. Sulawesi Tengah jelas dirugikan karena potensi ekonomi di wilayah tersebut tidak terkelola sebagaimana mestinya,” lanjut pernyataan YAMMI.


Lebih lanjut, YAMMI mendesak agar pihak kepolisian segera memeriksa petinggi PT BDW dan meningkatkan status hukumnya jika ditemukan unsur pidana.


“Jika POLDA Sulawesi Tengah membiarkan ini berlarut-larut, maka kami akan mengajukan surat kepada Presiden Prabowo dan DPR-RI tentang prilaku PT. BDW yang memalsukan dokumen negara untuk kepentingan perseroan,” ujar Africhal Khamananei, Direktur Kampanye dan Advokasi YAMMI Sulteng.


YAMMI juga mendorong pemeriksaan terhadap Anwar Hafid, mantan Bupati Morowali yang kini menjabat Gubernur Sulawesi Tengah, karena diduga menjadi pihak yang ditipu dalam kasus penerbitan IUP tersebut. (Rul)




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment