- TVRI Resmi Kantongi Hak Siar Piala Dunia 2026: Dari Fase Grup hingga Final, Seluruh Laga Tayang Grat
- Kapolres Donggala Tekankan Pendekatan Persuasif dalam Konflik Agraria Riopakava
- Komdigi Wacanakan Aturan Baru: Beli Hp Bekas Bakal Mirip Motor, Harus Balik Nama
- Polda Sulteng Perpanjang Operasi Madago Raya Tahap IV, 256 Personel Diterjunkan
- SK Resmi Diserahkan, Nilam Sari Lawira Kembali Jadi Nahkoda DPW NasDem Sulteng
- 2 Oktober Diperingati Hari Batik Nasional, Saatnya Bangga dengan Motif Nusantara
- Batas 60 Hari Habis, 15 IUP Tambang di Sulteng Bisa Dicabut
- Warga Geger Temuan Mayat di Bantaran Sungai Palu
- Pemerintah Pastikan Harga Tiket Pesawat, Kereta, dan Kapal Lebih Murah Saat Libur Nataru
- Tambang Ilegal Jadi Sorotan Wabup Parigi Moutong di Tengah Merebaknya Kasus Malaria
Festival Tampolore Diusulkan Jadi Pintu Masuk Promosi Wisata Megalit Poso ke Dunia

Keterangan Gambar : Pembukaan Festival Tampolore ke-4, Jumat (27/6/2025). (Foto: IST)
POSO, Likeindonesiacom – Festival Tampolore ke-4 yang digelar di Situs Megalit Pokekea, Desa Hanggira, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, dibuka Jumat (27/6/2025).
Acara ini dipandang sebagai momentum strategis untuk mendorong promosi wisata megalit Lembah Behoa ke tingkat internasional.
Baca Lainnya :
- Dinkes Sulteng Lakukan Rapid Tes pada Kedatangan Jemaah Haji Sulteng
- Kloter Pertama Jemaah Haji Sulteng Tiba di Palu
- Harga Melonjak, GPM Jadi Penawar: Upaya Polres dan DKP Donggala Upaya Kendalikan Inflasi
- Sinergi DKP dan Polres Donggala Hadirkan Layanan Pangan Murah
- Mahasiswa Desak DPRD Sulteng Evaluasi Perizinan Tambang
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tengah, Andi Kamalemba, menyampaikan bahwa festival ini bukan sekadar pertunjukan budaya, tetapi bagian dari strategi mengangkat sektor pariwisata lokal.
“Megalit di Lembah Behoa yang sudah dikenal luas tetap perlu didorong menjadi tujuan wisata bernilai tinggi. Dengan begitu, akan memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat setempat,” ujarnya.
Senada, Kepala Dinas Pariwisata Poso, Yusak Mentara, menilai Festival Tampolore sebagai manifestasi jati diri masyarakat setempat yang menggabungkan kekuatan budaya dan potensi alam.
“Tampolore tidak hanya kaya sumber daya alam, tetapi juga memiliki tradisi budaya yang sangat tua,” katanya.
Dari sisi pelestarian, perwakilan Balai Pelestarian Kebudayaan, Muhammad Tan, menegaskan pentingnya kolaborasi lintas pihak untuk menjaga warisan budaya megalit di Lembah Behoa.
Ia menyebut upaya sedang dilakukan agar tradisi lokal dapat diakui sebagai warisan budaya dunia.
“Ini membutuhkan kerja kolektif dari semua pihak, mulai dari pemerintah, aktivis, masyarakat adat, hingga masyarakat luas,” ungkapnya.
Festival yang berlangsung hingga 29 Juni 2025 ini mengangkat tema Harmonisasi Budaya dan Alam, dan diisi dengan berbagai kegiatan seperti lomba musik bambu, pameran kerajinan, diskusi film, dan jelajah situs megalit. (rul)
