- Pramuka Jadi Sarana Pembinaan Karakter Warga Binaan di Lapas Palu
- Komisi IV DPRD Sulteng Tekankan Proporsi TKA dan Pekerja Lokal dalam Ranperda Ketenagakerjaan
- Harga Beras Naik di Parimo, Pemprov Sulteng Gerak Cepat Stabilkan Pasokan
- Palu Peringati 21 Tahun Penembakan Pdt. Susianti Tinulele, Serukan Pesan Damai dan Toleransi
- Harga Beras Melonjak, Bulog Sulteng Pastikan Stok Aman hingga Tahun Depan
- Pemkot Palu dan Bulog Salurkan 4,4 Ton Beras Bantuan ke Warga Kelurahan Baru
- Tidur Lelap di Kapal Berujung Trauma, Mahasiswi Luwuk Jadi Korban Pelecehan oleh Oknum Dosen
- ASN Kantor Sekda Sulteng Disidak Gubernur, Siapa yang Ketahuan Bolos?
- BMA Sulteng Siapkan Pelaksanaan Sanksi Adat Terhadap Gus Fuad Pleret
- Warga Keluhkan Dugaan Nepotisme dalam Penyaluran Bantuan UMKM di Palu
Festival Tampolore Diusulkan Jadi Pintu Masuk Promosi Wisata Megalit Poso ke Dunia

Keterangan Gambar : Pembukaan Festival Tampolore ke-4, Jumat (27/6/2025). (Foto: IST)
POSO, Likeindonesiacom – Festival Tampolore ke-4 yang digelar di Situs Megalit Pokekea, Desa Hanggira, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, dibuka Jumat (27/6/2025).
Acara ini dipandang sebagai momentum strategis untuk mendorong promosi wisata megalit Lembah Behoa ke tingkat internasional.
Baca Lainnya :
- Dinkes Sulteng Lakukan Rapid Tes pada Kedatangan Jemaah Haji Sulteng
- Kloter Pertama Jemaah Haji Sulteng Tiba di Palu
- Harga Melonjak, GPM Jadi Penawar: Upaya Polres dan DKP Donggala Upaya Kendalikan Inflasi
- Sinergi DKP dan Polres Donggala Hadirkan Layanan Pangan Murah
- Mahasiswa Desak DPRD Sulteng Evaluasi Perizinan Tambang
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tengah, Andi Kamalemba, menyampaikan bahwa festival ini bukan sekadar pertunjukan budaya, tetapi bagian dari strategi mengangkat sektor pariwisata lokal.
“Megalit di Lembah Behoa yang sudah dikenal luas tetap perlu didorong menjadi tujuan wisata bernilai tinggi. Dengan begitu, akan memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat setempat,” ujarnya.
Senada, Kepala Dinas Pariwisata Poso, Yusak Mentara, menilai Festival Tampolore sebagai manifestasi jati diri masyarakat setempat yang menggabungkan kekuatan budaya dan potensi alam.
“Tampolore tidak hanya kaya sumber daya alam, tetapi juga memiliki tradisi budaya yang sangat tua,” katanya.
Dari sisi pelestarian, perwakilan Balai Pelestarian Kebudayaan, Muhammad Tan, menegaskan pentingnya kolaborasi lintas pihak untuk menjaga warisan budaya megalit di Lembah Behoa.
Ia menyebut upaya sedang dilakukan agar tradisi lokal dapat diakui sebagai warisan budaya dunia.
“Ini membutuhkan kerja kolektif dari semua pihak, mulai dari pemerintah, aktivis, masyarakat adat, hingga masyarakat luas,” ungkapnya.
Festival yang berlangsung hingga 29 Juni 2025 ini mengangkat tema Harmonisasi Budaya dan Alam, dan diisi dengan berbagai kegiatan seperti lomba musik bambu, pameran kerajinan, diskusi film, dan jelajah situs megalit. (rul)
