- Sulteng Bidik Tuan Rumah PON 2032, KONI Bentuk Tim Kerja Khusus
- Sulawesi Tengah Catat Kenaikan UMP 2026 Paling Tinggi di Indonesia
- KONI Sulteng dan KONI Morowali Pastikan Kesiapan Porprov 2026, Bakal Digelar dengan 27 Cabor
- PMII Sulteng Serukan Tanda Bahaya Alam dan Kerusakan Kian Meningkat
- 241 Warga Binaan di Sulteng Terima Remisi Natal, Satu Orang Langsung Bebas
- Natal 2025, Wali Kota Palu Tinjau Sejumlah Gereja dan Imbau Warga Jaga Ketertiban Jelang Tahun Baru
- Aksi Tolak Survei Seismik di Touna Ricuh, GMNI Soroti Sikap Pemda
- Kapolri Tak Izinkan Warga Nyalakan Kembang Api di Malam Tahun Baru, Diimbau Ganti Jadi Doa Bersama
- Sulteng Jadi Satu-satunya Provinsi di Sulawesi yang Alami Penurunan Kasus Tawuran
- BEMNUS Sulteng Tuntut Sanksi Tegas untuk Perusahaan Tambang di Banggai, Diduga Rusak Lingkungan
Aksi Tolak Survei Seismik di Touna Ricuh, GMNI Soroti Sikap Pemda
.jpg)
Keterangan Gambar : Aliansi Masyarakat Nelayan Pesisir Tojo Una-Una menggelar demo, Selasa (23/12/2025). (Foto: Ist)
Likeindonesia.com, Tojo Una-una — Aksi unjuk rasa yang digelar Aliansi Masyarakat Nelayan Pesisir Tojo Una-Una menolak rencana survei seismik migas di wilayah perairan Kabupaten Tojo Una-Una berujung ricuh, Selasa (23/12/2025).
Aksi tersebut didampingi DPC GMNI Tojo Una-Una dan Eksekutif Kota LMND Tojo Una-Una.
Baca Lainnya :
Aksi unjuk rasa itu merupakan bentuk penolakan terhadap kebijakan pemerintah pusat melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dinilai mengancam keberlangsungan mata pencaharian nelayan pesisir.
Massa aksi yang terdiri dari nelayan dan mahasiswa menyampaikan kekhawatiran terhadap rencana eksploitasi minyak dan gas di wilayah perairan Tojo Una-Una.
Mereka menilai aktivitas tersebut berpotensi merusak ekosistem laut, mengganggu jalur tangkap ikan, serta mempersempit ruang melaut nelayan.
Selain menolak survei seismik migas, Aliansi Masyarakat Nelayan Pesisir Tojo Una-Una juga mendesak pemerintah daerah secara tegas menyatakan penolakan terhadap seluruh aktivitas survei migas di wilayah perairan setempat.
Namun, ketidaktegasan pemerintah daerah dalam merespons tuntutan tersebut memicu kekecewaan massa aksi.
Situasi kemudian berkembang menjadi tindakan anarkis berupa perusakan sejumlah fasilitas gedung pemerintah daerah Tojo Una-Una.
Menanggapi kejadian tersebut, Ketua DPC GMNI Tojo Una-Una, Moh Ricky M. Nibi, menilai pemerintah daerah gagal berpihak pada kepentingan masyarakat nelayan pesisir.
“Seharusnya pemerintah daerah Tojo una-una harus cepat menyikapi keinginan dari masyarakat nelayan pesisir, agar tidak terjadi pengrusakan fasilitas saya menilai bahwa Pemda ini terlalu bertele-tele dalam memenuhi keinginan masyarakat nelayan,” ungkap Moh Ricky M. Nibi.
Ketegangan semakin meningkat setelah massa mendengar pernyataan Ketua DPRD Tojo Una-Una yang menyatakan penolakan terhadap aksi demonstrasi nelayan pesisir.
Pernyataan tersebut disebut memicu puncak kemarahan nelayan hingga berujung pada perusakan fasilitas DPRD Tojo Una-Una.
Setelah melalui proses negosiasi yang berlangsung cukup panjang untuk meredam eskalasi konflik, Koordinator Lapangan Muhamat Salam, Bupati Tojo Una-Una, Ketua DPRD Tojo Una-Una, serta perwakilan nelayan akhirnya menandatangani surat petisi bersama.
Petisi tersebut berisi kesepakatan pemerintah daerah dan nelayan pesisir Tojo Una-Una untuk menolak serta menghentikan sementara survei seismik di wilayah perairan Touna.
Sebagai hasil akhir aksi, masyarakat nelayan pesisir Tojo Una-Una sepakat menunggu janji Bupati yang akan kembali dari pemerintah pusat, dengan harapan survei seismik dapat dihentikan secara resmi di wilayah perairan Tojo Una-Una. (Rul)









.jpg)