- Sulteng Bidik Tuan Rumah PON 2032, KONI Bentuk Tim Kerja Khusus
- Sulawesi Tengah Catat Kenaikan UMP 2026 Paling Tinggi di Indonesia
- KONI Sulteng dan KONI Morowali Pastikan Kesiapan Porprov 2026, Bakal Digelar dengan 27 Cabor
- PMII Sulteng Serukan Tanda Bahaya Alam dan Kerusakan Kian Meningkat
- 241 Warga Binaan di Sulteng Terima Remisi Natal, Satu Orang Langsung Bebas
- Natal 2025, Wali Kota Palu Tinjau Sejumlah Gereja dan Imbau Warga Jaga Ketertiban Jelang Tahun Baru
- Aksi Tolak Survei Seismik di Touna Ricuh, GMNI Soroti Sikap Pemda
- Kapolri Tak Izinkan Warga Nyalakan Kembang Api di Malam Tahun Baru, Diimbau Ganti Jadi Doa Bersama
- Sulteng Jadi Satu-satunya Provinsi di Sulawesi yang Alami Penurunan Kasus Tawuran
- BEMNUS Sulteng Tuntut Sanksi Tegas untuk Perusahaan Tambang di Banggai, Diduga Rusak Lingkungan
Tiga Perusahaan Nikel di Morut Diduga Serobot Lahan Warga

Keterangan Gambar : Ilustrasi pertambangan nikel. (Foto: iStockphoto)
Likeindonesia.com, Palu – Tiga perusahaan pertambangan nikel yang beroperasi di Desa Ganda-ganda, Kabupaten Morowali Utara, diduga melakukan aktivitas pengerukan di atas lahan milik warga tanpa melalui proses jual beli maupun ganti rugi.
Perusahaan itu yakni CV Rezky Utama, PT Hoffmen, dan PT Trinusa.
Baca Lainnya :
- Kolaborasi KPID–Balmon, Jaga Frekuensi dan Konten Siaran di Sulteng
- Korban Meninggal Gempa Poso Bertambah, Suami-Istri Jadi Korban
- Setelah 11 Jam Pencarian, Pendaki Gunung Gawalise Alami Hipotermia Ditemukan Selamat
- Fathur Razaq Pimpin Upacara HUT RI ke-80 di Bukit Salena, Kibarkan Merah Putih di Udara
- Hacked By BARZXPLOIT
Pegiat lingkungan hidup Sulawesi Tengah, Aulia Hakim, menyebut praktik seperti ini kerap terjadi di sektor pertambangan nikel.
“Praktik perampasan lahan di sektor pertambangan nikel khususnya di Morowali Utara dan Morowali hampir bisa dikatakan tiada ujungnya. Perusahaan-perusahaan ini modal serobot dan beking aparat serta elit, kemudian sudah bisa melakukan penambangan di atas lahan pemilik yang sah,” tegas Aulia.
Ia menambahkan, perusahaan seharusnya menjalankan bisnis secara profesional dengan memenuhi hak-hak pemilik lahan.
“Jangan hanya tahu untung keruk nikel, tapi serobot lahan warga dan tidak mau penuhi hak pemilik lahan,” ujarnya.
Menurut Aulia, lahan yang disengketakan mencapai sekitar 30 hektare, terbukti dengan surat keterangan penguasaan tanah (SKPT) yang diterbitkan pemerintah setempat sejak Juni 2001.
Ia menegaskan akan mengawal kasus ini hingga perusahaan menyelesaikannya secara sah.
“Kalau ada tumpang tindih kepemilikan, saya kira perusahaan harus profesional sesuai ketentuan yang berlaku dan dibuktikan secara historis kepemilikan. Praktik begini kalau terjadi terus-menerus sama saja kita mengiyakan kejahatan,” kata Aulia.
Aulia menyebut kasus ini akan dilaporkan kepada Gubernur Sulawesi Tengah, Bupati Morowali Utara, Kapolda Sulawesi Tengah, hingga Menteri ESDM.
Ia juga berencana menggelar aksi demonstrasi untuk menuntut penyelesaian masalah tersebut. (Rul)





.jpg)




.jpg)