- Akbar Supratman Dukung Gerakan Ekonomi Kreatif Nasional di HEKRAFNAS 2025
- Polda Sulteng Klarifikasi Video Penggerebekan Narkoba di Kayumalue
- Cegah Peredaran Narkoba di Lapas dan Rutan, Ditjenpas Sulteng Intens Tes Urine dan Razia
- Balai Bahasa Sulteng Hidupkan Bahasa Daerah Lewat Cerita Anak Dwibahasa
- Reyva Imelda Sumbang Medali Perunggu untuk Sulteng di PON Bela Diri 2025
- Wakil Ketua DPRD Palu Anugrah Pratama Bantu Starlink untuk Sekolah di Kawatuna
- Teluk Palu Bersiap Ditata Kembali, Kawasan Strategis Pariwisata Saksi Tsunami 2018
- Mitigasi Bencana Diusulkan Masuk Kurikulum Sekolah di Kota Palu
- Mulai 2026, Guru Honorer Bakal Terima Rp400 Ribu per Bulan, Naik Rp100 Ribu
- Unik! Agar Tak Main HP Melulu, Siswa SD di Wonosobo Dapat Seekor Domba dari Pemkab
Balai Bahasa Sulteng Hidupkan Bahasa Daerah Lewat Cerita Anak Dwibahasa

Keterangan Gambar : Diseminasi produk penerjemahan buku cerita anak dwibahasa di Palu, Jumat (24/10) pagi. (Foto: Syahrul/Likeindonesia.com)
Likeindonesia.com, Palu – Kekhawatiran terhadap punahnya bahasa daerah kini semakin nyata.
Di banyak wilayah Sulawesi Tengah, bahasa-bahasa lokal seperti Kaili, Saluan, dan Pamona perlahan mulai jarang digunakan, terutama di kalangan anak muda yang lebih akrab dengan bahasa Indonesia.
Baca Lainnya :
- Reyva Imelda Sumbang Medali Perunggu untuk Sulteng di PON Bela Diri 2025
- Wakil Ketua DPRD Palu Anugrah Pratama Bantu Starlink untuk Sekolah di Kawatuna
- Teluk Palu Bersiap Ditata Kembali, Kawasan Strategis Pariwisata Saksi Tsunami 2018
- Mitigasi Bencana Diusulkan Masuk Kurikulum Sekolah di Kota Palu
- Puskesmas Birobuli Catat 260 Kasus HIV, 48 di Antaranya Pasien Baru Tahun Ini
Menjawab kondisi itu, Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Tengah menghadirkan program literasi dwibahasa sebagai langkah pelestarian bahasa daerah.
Melalui penerbitan cerita anak dalam dua bahasa, lembaga ini berupaya menghidupkan kembali bahasa ibu lewat media yang akrab dengan dunia anak.
Kasubag Umum Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Tengah, Abdul Rahim Husin, mengatakan, kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014, yang menegaskan perlindungan dan pengembangan bahasa daerah sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa.
“Produk ini adalah produk dwibahasa, menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Kami sudah menghasilkan sekitar 150 buku dengan model serupa,” ujar Abdul Rahim, saat diwawancarai media ini usai kegiatan diseminasi produk penerjemahan buku cerita anak dwibahasa di Palu, Jumat (24/10) pagi.
Ia menyebut, tahun ini Balai Bahasa Sulteng melibatkan 37 penulis lokal dan 10 ilustrator untuk menghasilkan buku cerita anak dwibahasa dengan dialek khas masing-masing daerah.
Dari 59 calon peserta yang mendaftar, hanya 37 yang terpilih melalui proses seleksi dan bimbingan teknis penulisan.
“Kalau dari minat penulis jelas ada peningkatan, apalagi berkaitan dengan mutu,” tambahnya.
Selain menjadi bacaan anak, Abdul Rahim menjelaskan buku-buku dwibahasa ini juga dapat digunakan oleh guru, pegiat literasi, maupun komunitas lokal sebagai bahan ajar muatan lokal di sekolah dasar.
“Buku-buku ini bisa digunakan oleh pegiat literasi, atau mitra komunitas, bahkan pemerintah daerah, untuk bahan literasi di perpustakaan. Termasuk bisa dijadikan bahan ajar muatan lokal di sekolah dasar,” ujarnya.
Salah satu penulis yang terlibat, Suparman Tampuyak dari Kabupaten Banggai, menulis karya berjudul Tantoan hi Tatu Luli (Rencana untuk Tatu Luli) dalam bahasa Saluan.
Ia menilai, kegiatan ini menjadi ruang penting bagi penulis daerah untuk ikut menjaga bahasa ibu agar tidak hilang ditelan zaman.
“Tanggapan saya ini adalah sebuah gerakan yang sangat positif dari Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Tengah. Alhamdulillah ini sudah tahun ke-3, antusias masyarakat sungguh luar biasa,” katanya.
Suparman menceritakan, prosesnya diawali dengan sayembara penulisan, kemudian peserta terpilih mengikuti pelatihan sebelum akhirnya menghasilkan karya cerita anak yang siap diterbitkan.
“Insya Allah kita akan tetap konsisten untuk menulis cerita anak dengan tema dan judul lain, sebagai upaya revitalisasi bahasa di Kabupaten Banggai dan Provinsi Sulawesi Tengah,” tambahnya.
Melalui karya sastra anak dalam dua bahasa, Balai Bahasa Sulteng berharap anak-anak dapat mengenal dan mencintai bahasa daerah sejak dini, sehingga bahasa ibu tidak hanya bertahan di buku, tetapi juga di kehidupan sehari-hari. (Rul/Nl)






.jpg)


